Apa yang mungkin dirasakan
oleh anak-anak kelas 6SD ketika melihat seorang Guru lelaki menangis
sejadi-jadinya?
Hmm.. itu saat yang membuat
semua tabuh genderang terdiam, semua perkelahian kecil kami terabai, dan semua
tawa kami tertahan. Semua terpaku menatap Pak Haris, begitu kami memanggil
namanya yang sesaat lalu mengajarkan kami semua seni memainkan seruling dengan
santainya, dan sesaat kemudian dia mengharu meluapkan emosi yang semula
ditahannya.
Aku bertanya pada diriku
sendiri tentang apa yang menyebabkannya begitu terisak, tapi tak tahu jawabnya.
Aku bertanya pada kawan lainnya, juga tak tahu jawabnya. Setelah tangisnya
mereda, Kami pun dengan sedikit takut mencoba menanyakan apa yang menjadi
alasannya mengeluarkan air mata.
”Pak, apa yang membuat Bapak
menangis? Maaf kalau kenakalan kami
membuat Bapak jengkel.”
”...(menghela nafas).. bukan,
bukan itu.” Jawabnya berusaha menenangkan diri.
”Lalu apa?”
”Kalian tahu tidak cerita dari
lagu yang Bapak ajarkan ini?”
”Tidak.”
”Baiklah, akan Bapak
ceritakan.”
”Lagu Bandung Selatan di Waktu
Malam ini terinspirasi dari keberanian seoarang anak, Ade Irma Nasution
namanya. Dia adalah anak seorang Jenderal Besar kita waktu perang. Ketika suatu
malam, Belanda membabi buta dan menyerang semua penduduk kota Bandung, mereka
memasuki tiap rumah dan menembaki warga tanpa ampun. Ketika masuk ke rumah
Jenderal A.H.Nasution, mereka pun bermaksud untuk menembak Jenderal itu, namun
dengan keberaniannya, Ade Irma menghalangi sang ayah dan menggantikan ayahnya untuk
merasakan peluru di tubuhnya. Sang Jenderal pun bisa melarikan diri. Tapi
sayang, anak kesayangannya itu meninggal, mengorbankan dirinya demi ayah
kesayangannya.”
”Oh..” (ternyata seorang
lelaki dewasa pun juga menangis ya??!!)
”Begitulah. Bapak terbawa
perasaan ketika kalian menyanyikannya. Bapak membayangkan, mungkin Ade Irma
Nasution seumuran kalian saat mengalami peristiwa itu, tapi dengan gagah berani
mengambil tindakan yang mungkin tak terfikirkan orang dewasa sekalipun.
Terlintas di benak Bapak, betapa harus kita bersyukur. Karena saat ini kita
bisa berkumpul disini, menimba ilmu tanpa khawatir suara dentuman bom dan
peluru yang akan mengobrak-abrik kelas kita, bisa tertawa riang bersama
orang-orang yang kita sayangi, dan bisa bercanda ketika kita bersama. Bapak
juga harus berterima kasih padanya, pada Ade Irma Nasution, karena mengingatkan
Bapak tentang kasih sayang pada anak-anak seperti kalian, yang mungkin akan
melakukan hal yang sama pada Bapak yang kalian sayangi, tapi apakah Bapak
sanggup melakukan hal yang sama dengan kasih sayang yang begitu besar telah
kalian berikan?
Mungkin juga perenungan bagi
kalian, sudah setingkat itukah kasih sayang kalian pada ayah kalian?
Tapi, Bapak bangga mempunyai
murid-murid seperti kalian. Bersemangat, ceria, dan rajin.”
Sejenak kelas menjadi berjiwa,
yang terpancar dari senyuman di wajah-wajah mungil nan berseri itu.
”Kami sayang Bapak..!!!” Dengan
wajah seperti ingin memeluk Pak Guru yang satu ini.
”Bapak juga sayang kalian.
Sekarang, mari kita nyanyikan
sekali lagi lagu Bandung Selatan di Waktu Malam ini lebih bersemangat, dengan
perasaan syukur karena sekarang kita masih bisa hidup bahagia dengan ayah yang
kita sayangi.”
”hore..!!!”
”Ayo kita mulai..!!!”
kini hampir sepuluh tahun sejak lulus SD, aku tak pernah bertemu lagi dengan mereka.
apa mereka masih mengingat peristiwa itu ya?
hmm.. sebuah kenangan..
BalasHapus